Teruntuk Sebuah Nama

Close-up Photo of Gray Typewriter

Tidak pernah terbayangkan bahwa jalan hidup yang saat ini sedang dijalani menjadi sedemikian kompleks. Lagi-lagi aku harus mengulangi putaran takdir yang seakan membuat semua langkah kembali pada satu nama.

Memang benar namanya pernah menggores luka dahulu, namanya juga pernah menenggelamkan harapan dan anganku, dan namanya kini seakan ditarik kembali ke dalam hidup dan perjuanganku.

Aku bukannya tipe orang yang tidak pandai berdamai dengan masa lalu. Hanya saja berbagai macam kesulitan hidup seakan menuntunku kembali, bahwa nama tersebut merupakan rumah tempat hati dan rinduku berpulang.

..

Beberapa kawan kepercayaan sempat ragu dan menanyakan tentang keputusan yang ku ambil saat ini. setelah belum lama dikecewakan kenapa aku harus menyematkan harap pada masa lalu yang pernah meninggalkan. Bukankah itu sama seperti keluar dari mulut buaya dan masuk ke mulut harimau?

Aku juga sempat berpikir demikian, namun kegundahan kali ini bukanlah sesuatu yang sama sekali aku rencanakan. Kuat betul rasanya tekad yang sedang kurasakan kali ini, tekad yang membuat seluruh semangat hadir untuk mencoba meraihnya sekali lagi.

..

Asaku tak putus meski ditekan
tekadku tetap bulat meski ditentang
bahkan berbagai macam teror dan pertentangan pikiran sudah sering aku lakukan.

Namun nyatanya,
Namanya selalu saja menang di atas semua retorika dan simulasi kehidupan yang pernah aku bayangkan.

..

Aku tak paham kenapa Sang Pemilik semesta mengijinkan rencana ini kembali terbentuk, atau kejadian ini kembali terulang.

Senang rasanya bisa mengatakannya, hanya saja aku tak bisa lagi menduga apa yang akan terjadi kedepannya. Seakan-akan kejadian tiap detik di masa depan aku tak bisa menyimpulkannya sama sekali. Seketika logika yang selalu ku asah kini lumpuh dan semua retorika yang berhasil ku pelajari mendadak tak berguna di hadapan suara yang ku dengar melalui pesawat telepon di malam itu.

Canggung rasanya, namun sedikit malu kenapa aku tak bisa menatapnya secara langsung.
Apakah begini rasanya menjadi seorang penakut, meski hanya satu malam aku tak ingin melakukannya.

Apa salahnya bila kaki dan tubuhku harus bergetar saat berbicara? atau wajah merah yang diikuti dengan kata terbata, ku rasa harusnya tidak masalah. Tapi ku harap kepahaman akan datang kenapa aku melakukan ini.
Percayalah semua ini bukan lantaran aku selemah itu, hanya saja terlalu cepat datangnya jam pulang di hari itu sebelum kesiapanku penuh.

...

Sebenarnya aku juga sudah cukup lama dalam membohongi diri sendiri, bahwa untuknya sudah tidak ada lagi hati sama sekali. Lambat laun bukannya aku terbiasa, namun siksaan demi siksaan ditiap malam kerap kali kurasakan.

Kata orang aku harus jujur, namun nyatanya begitu kelu lidahku untuk mengatakan betapa dalamnya namanya terkurung. Setelahnya kumulai agak terbiasa sembari terus berjuang bahwa aku ini "memang" bahagia, tapi setiap hari yang berlalu selalu saja tak pernah berhasil menghapus memori yang pernah terekam dahulu.

Jahat? Bila yang terpikir aku begitu,
Aku justru tidak pernah menemukan kata itu setelah kulihat satu-persatu urat syarafku jatuh untuk menghalangi kaki agar tidak melaju.

...

Kini waktu sudah terlampau jauh, dan semua yang kualami dari dalam dan luar semakin kuat dalam mengoyak batin. Tak kuasa akhirnya semesta menjadi saksi bahwa semua yang ku lalui harus berakhir pada kedua telinga yang kemarin mendengar luapan rasa yang sudah lama terpendam dalam.

Menjelaskan tentang perngharapan yang sudah lama terkubur memang membutuhkan waktu lebih agar tidak terjebak dalam kekosongan waktu dari ketikan kata yang tertulis saat ini. Rasanya aku bisa berbicara hingga jutaan tahun atau menulis jutaan buku bila penjelasan rasa ini harus sedetil yang terasa selama ini.

..

Aku menyayanginya,
meski tanpa atau harus ia tahu dari mana.

..

Maka dari itu, bila harus hidup ribuan tahun atau satu detik ke depan,
maka nama itu yang selalu ku pilih hingga akhirat bisa ku jamah dengan senyum dan bahagia.

..

Demi keabadian yang akan segera jumpa setelah kematian,
Aku ingin mengaku secara terang-terangan, bahwa ini adalah sebagian dari ungkapan rasa sayang yang ku simpan lama hanya demi satu nama.

..

Jakarta, 28/1/2019
Dickhy Maulana




Komentar