Menjamah "Batas": Puisi Karangan M. Aan Mansyur



timer hands pointer number wall Free Photo


BATAS
Semua perihal diciptakan sebagai batas. Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain. Hari ini membatasi besok dan kemarin. Besok batas hari ini dan lusa. Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara dan kantor walikota, juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita.

Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta. Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata. Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang. Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang.
Seorang ayah membelah anak dari ibunya — dan sebaliknya. Atau senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan. Persis segelas kopi tanpa gula menjauhkan mimpi dari tidur.

Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

M. Aan Mansyur, Tidak Ada New York Hari Ini, 2016

~

Analisis berdasarkan pembaca, atau lebih singkatnya menurut sudut pandang saya yang sedang berperan sebagai pembaca puisi ini. 

Puisi ini sama seperti beberapa puisi lainnya yang ada di dalam buku Tidak Ada New York Hari Ini yang bertemakan kerinduan dan penyesalan. Pada bait yang pertama Penulis berusaha memberikan analogi dan penjelasan apa yang dimaksud dengan batas. Ia beranjak dari hal-hal yang umum, seperti batas antara waktu, jarak, hingga pada akhirnya ia memberikan batas diantara keduanya yang dikaitkan dengan sang pujaan hati.

Ada sedikit klausa yang terdengar parau diakhir bait yang pertama. Mari kita bahas sejenak teman-teman.  Semua keparauan diawali dari kata “juga”, kata ini adalah sebuah kata pengait, penyambung atau konjungsi dari penjabaran yang sudah dijelaskan pada beberapa kalimat sebelumnya. Penulis seakan mengisyaratkan bahwa apapun yang ada didunia ini memiliki batas. Termasuk antara dirinya dengan sang pujaan hati. 

Pada bait kedua, Sang penulis mulai menunjukan maksud dan tujuan yang sebenarnya ia menulis puisi ini. Dia tidak ingin mengatakan dengan jelas sebenarnya pada bait yang ini. Namun, sang penulis lebih memilih menggunakan diksi-diksi yang difungsikan sebagai lubang kecil, agar para pembaca atau lebih tepatnya seseorang yang ia tuju mulai mendapatkan gambaran tentang isi dan tujuannya.

Penulis merasa bahwa perjalanannya selama ini tidak lebih sebagai sebuah pilihan yang salah. Sebuah alur yang membuat ia tidak menemukan sama sekali kebahagiaan, dalam konteks ini adalah sang pujaan hati. Penyesalan demi penyesalan sudah mulai bermetamorfosis menjadi kerinduan yang teramat dalam. Demi menjaga diri agar tetap terlihat waras, Sang penulis berusaha beralih ke pembahasan umum yang mungkin memberi efek agar pembaca tetap tenang, hingga pada bait ketiga isi atau jantung dari puisi ini mulai diperlihatkan.

Bait yang ketiga menggambarkan seorang pribadi yang lahir dari keluarga yang tidak harmonis sebagai rujukan agar sang pembaca tahu, bagaimana perasaannya saat ini. Setelah menyisipkan diksi yang sederhana tersebut, Sang penulis kembali merujuk kepada sang pujaan hati. Tentang ketidakberdayaannya dari cengkraman rindu yang membuatnya seperti gila. Rindu yang membuat dirinya tidak bisa terlelap dengan nyenyak ditiap malam.
Dalam bait terakhir merupakan bait yang paling saya suka.

Perhatikan dengan seksama, 

Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

Lihat kalimat tersebut, kalimat tersebut merupakan sebuah perasaan yang paling telanjang  dari keseluruhan isi puisi ini. Sangat Cerdas! Namun dari kalimat tersebut ia telah bertaruh untuk mengungkapkan isi hati yang sebenarnya. Tanda tanya tersebut merupakan sebuah diksi yang merujuk kepada penyerahan. Meski terlihat bodoh dengan ungkapan tersebut tujuan pada puisi ini adalah sebuah keinginan untuk memiliki orang itu sekali lagi.

Komentar